Minggu, 01 Juli 2012

Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia

Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam nampaknya  belum  begitu  familiar dengan ekonomi syariah, oleh karena itu pemerintah kini sedang gencar-gencarnya menyerukan tentang ekonomi syariah salah satunya yaitu asuransi syariah yang kini digalakkan.  Padahal, sebenarnya ekonomi syariah lebih pro ekonomi riil. Hal ini tentunya, sangat bermanfaat khususnya bagi UKM yang sangat membutuhkan kepastian hukum dan tentunya bantuan modal. Hal ini terbukti bahwa penerapan ekonomi syariah lebih handal ketimbang ekonomi konvensional pada krisis moneter tahun 2007 lalu. Bank dengan ekonomi syariah terbukti mampu tetap kokoh berdiri ditengah krisis. Hal ini bisa terjadi karena prinsip ekonomi syariah yang mengharamkan Riba, Judi, Dholim (aniaya), Gharar (penipuan), Barang Haram, Maksiat, Risywah (suap) dan prinsip bagi hasil terbukti lebih menguntungkan. Produk lain dari ekonomi syariah adalah reksadana syariah dan obligasi koorporasi syariah yang baru diperkenalkan.
   

Hukum ekonomi syariah sebagai bagian dari  hukum atau  syariah  Islam yang  berkembang di berbagai bagian dunia, termasuk di Indonesia, merupakan penggabungan antara hukum ekonomi  konvensional yang telah melalui transformasi proses Islamisasi hukum oleh para ahli ekonomi Islam ditambah dengan fiqh mu'amalat konvensional yang berakar panjang dalam sejarah Islam. Tidak mengherankan bila bidang ini masih merupakan suatu yang baru bagi negara-negara berpenduduk muslim, terutama, karena minimnya peraturan perundang-undangan negara yang mendukung dan praktek peradilan.
      Hukum materil ekonomi syariah di Indonesia pada umumnya baru tersedia  da
lam bentuk fiqh para fuqaha' atau fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) secara khusus, yang sebagiannya telah menjadi Peraturan Bank Indonesia melalui upaya positivisasi fatwa. Mengisi kekosongan perudang-undangan dalam bidang ini bagi kepentingan penyelesaian sengketa di pengadilan, maka Mahkamah Agung RI telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). KHES terdiri dari 4 Buku, masing-masing tentang Subyek Hukum dan Amwal, Akad, Zakat dan Hibah, dan Akutansi Syariah. Diharapkan pemerintah dan DPR RI dapat mengambil inisiatif di masa depan untuk mengembangkan KHES menjadi Kitab Undang-Undang Ekonomi Syariah melalui produk perundang-undangan.
     Langkah lain yang perlu juga diambil di masa depan adalah mendirikan Lembaga Fatwa Negara dengan meningkatkan status DSN/Mejelis Fatwa MUI menjadi Lembaga Fatwa Negara berdasarkan undang-undang dengan kedudukan sejajar, misalnya, dengan Kantor Mufti di negara tetangga Malaysia, bahwa bila fatwa yang diterbitkannya disiarkan dalam lembaran negara maka mempunyai kekuatan yang sama dengan undang-undang.
      Dalam bidang ekonomi syariah juga telah terbit perundang-undangan tentang Perbankan Syariah dan Surat Berharga Syariah Negara yang mengisyaratkan hukum atau syariat Islam sebagai hukum materil ekonomi syariah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Tentang Surat Berharga Syariah Negara menyatakan bahwa: "Surat Berharga Syariah Negara selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan  prinsip syariah, sebagai alat bukti bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah, maupun valuta asing."
    Sementara itu, Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Perbankan Syariah menjelaskan bahwa: "Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya." Pasal 2 menjelaskan bahwa "Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian."
        Pasal 1 ayat (12) menjelaskan: "Prinsip  Syariah  adalah  prinsip  hukum  Islam  dalam kegiatan  perbankan  berdasarkan  fatwa  yang   dikeluarkan oleh lembaga yang  memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang  syariah."
Pasal 26 ayat (1), (2) dan (3) menyatakan: "(1)  Kegiatan  usaha  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  19, Pasal  20,  dan  Pasal  21  dan/atau  produk  dan  jasa  syariah, wajib tunduk kepada Prinsip Syariah.  (2)   Prinsip  Syariah  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) difatwakan oleh Majelis Ulama  Indonesia. (3)  Fatwa  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  dituangkan. dalam Peraturan Bank  Indonesia."
    Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa "Bank Syariah atau UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat."
    Pasal 4 ayat (3) menyatakan bahwa: "Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif)."

    Keterbatasan perundang-undangan dalam bidang ekonomi syariah sebenarnya tidak menjadi hambatan bagi para hakim dalam memutus sengketa yang diajukan ke pengadilan. Seperti terlihat di atas, baik fatwa yang sudah dipostivisasi oleh Bank Indonesia maupun peraturan perundang-undangan ekonomi syariah yang tersedia merujuk dan meresepsi hukum atau syariat Islam. Syariat Islam sebagai fiqh para fuqaha' bersumber dari Qur'an, Sunnah, Ijma', Qiyas atau ijtihad secara umum. Para hakim dapat mengeksplorasi sumber yang amat luas ini dengan melakukan tarjih dari pendapat-pendapat yang ada atau melakukan istinbath dan ijtihad dalam batas kemampuan yang ada. Putusan hakim seperti ini dalam masa yang panjang akan menjadi yurisprudensi pengadilan sebagai hukum Islam berciri Indonesia di masa depan sebagai judge made law (hukum yang dibuat oleh hakim).

      Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan hukum atau syariat Islam sebagai hukum yang hidup di negeri ini dengan didukung oleh masyarakat melalui para pelaku ekonomi, lembaga-lembaga keuangan, pendidikan, keulamaan, peradilan dan penyelesaian sengketa alternatif dan lain-lain. Gejala ini juga menunjukkan penyerapan lembaga-lembaga masyarakat terhadap syariat Islam sebagai tuntunan hukum mereka, walaupun peraturan perundang-undangan dalam bidang ekonomi syariat masih sangat terbatas dan di pihak lain meunjukkan kelambanan legislator Indonesia dalam mengantisipasi keinginan dan kebutuhan masyarakat.

    Peraturan perundang-undangan yang terbatas sebenarnya tidak menjadi hambatan besar bagi hakim Peradilan Agama dalam memutus sengketa ekonomi syariah yang diajukan kepada mereka, mengingat hakim muslim sejak dahulu selalu memutus perkara berdasarkan syariat Islam sebagai ius constitum bagi dunia Islam. Dengan praktek hukum ekonomi syariah paling tidak sebagian besar fiqh mu'amalat telah menjadi hukum Indonesia

Sumber : http://ddiijakarta.or.id/index.php/buletin/53-bul-desember/121-ekomoni-syariah.html


Ilmu ekonomi politik

Ilmu Ekonomi Politik adalah bagian dari ilmu sosial yang berbasis pada dua subdisiplin ilmu, yakni politik dan ekonomi.
Pembelajaran Ilmu Ekonomi Politik merupakan pembelajaran ilmu yang bersifat interdisiplin,yakni terdiri atas gabungan dua disiplin ilmu dan dapat digunakan untuk menganalisis ilmu sosial lainnya dengan isu-isu yang relevan dengan isu ekonomi politik.
Ilmu ini mengkaji dua jenis ilmu yakni ilmu politik dan ilmu ekonomi yang digabungkan menjadi satu kajian ilmu ekonomi politik.Dalam penggunaannya secara tradisional, istilah ekonomi politik dipakai sebagai sinonim atau nama lain dari istilah ilmu ekonomi (Rothschild, 1989).
Fokus dari studi ekonomi politik adalah fenomena-fenomena ekonomi secara umum, yang bergulir serta dikaji menjadi lebih spesifik ; yakni menyoroti interaksi antara faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor politik.  Namun, dalam perkembangan yang berikutnya, istilah ekonomi politik selalu mengacu pada adanya interaksi antara aspek ekonomi dan aspek politik.
Adanya kelemahan instrumental ini menyebabkan banyak kalangan ilmuwan dari kedua belah pihak – berusaha untuk mempertemukan titik temunya, sehingga para ilmuwan ini berusaha untuk mencoba mengkaji hal ini dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dalam ekonomi politik.
Dalam upaya memaksimalkan studi mengenai ekonomi politik, juga tidak boleh terlepas dari sistem ekonomi di negara yang bersangkutan.
Terkait dengan hal tersebut, setidaknya dalam berbagai jenis yang ada, terdapat dua sistem ekonomi besar dunia yang dibagi menjadi dua kategori pokok, yakni sistem ekonomi yang berorentasi pasar (ekonomi liberal)dengan sistem ekonomi terencana atau yang lebih dikenal sebagai sistem ekonomi terpusat (sosialis).Sehingga dalam studi ekonomi politik akan ditemui masalah atau pertanyaan yang sama peliknya mengenai bagaimana faktor-faktor politik itu memengaruhi kondisi-kondisi sosial ekonomi suatu negara.

Pendekatan dalam Ekonomi Politik

  • Pendekatan Pilihan Publik
Pilihan publik adalah suatu sikap individu dalam menentukan pilihan mereka secara rasional.  Dalam ekonomi politik, analisisnya tertuju pada aktor.  Aktor dianggap sebagai pelaku dari kegiatan ekonomi dan politik dan berlandaskan pada asumsi dasar individualisme metodologis, yang menempatkan sikap rasional idividu di dalam institusi non-pasar.
Namun karena sifatnya yang longitudinal, maka hasil yang dimunculkan oleh model-model pilihan publik berbeda-beda pada satu negara ke negara lainnya.
  • Pendekatan Neo-Marxis
Pendekatan neo-marxis dalam ekononomi politik, menekankan pada sifat holistik yakni analisis secara menyeluruh, mengenai pentingnya aspek-aspek ekonomi makro dari sistem ekonomi dan sistem politik.
Selain itu, pendekatan ini memiliki model yang memiliki aspek komparatif, yakni berusaha membandingkan secara eksplisit.
Pendekatan ini juga menyoroti dan memodelkan berbagai perbedaan antar-negara di bidang kesejahteraan, pertumbuhan ekonomi dan ketergantungan kelas sosial di masyarakat.

Referensi

  1. ^ a b c d e f g Rachbini, Didick J. 2002. Ekonomi Politik: Paradigma dan Teori Pilihan Publik. Jakarta. Penerbit Ghalia Indonesia.
  2. ^ Martin Staniland. Apakah Ekonomi Politik Itu? Sebuah Studi Teori Sosial dan Kelatarbelakangan. , terj (Jakarta : Rajawali, 2003)
  3. ^ a b c d e f g h i Lane, Jan- Erik et.al. 1994. Ekonomi Politik Komparatif, terj. Jakarta : Raja Grafindo Persada
  4. ^ Longitudinal adalah metode penelitian yg didasarkan pd masa tertentu yg relatif lama untuk mengetahui karakter tertentu. Lihat kbbi daring